Entri Populer

Sabtu, 31 Mei 2014

Peranan Budaya Terhadap Pertumbuhan Gereja


PERANAN BUDAYA 
TERHADAP 
PERTUMBUHAN GEREJA




A.    Pendahuluan
Gereja Tuhan sudah berdiri kurang lebih 2000 tahun yang lalu, sampai sekrang ini masih banyak gereja yang belum mengalami pertumbuhan. Banyak orang melihat bahwa gereja yang bertumbuh adalah jikalau jemaatnya berkualitas, bagi mereka kuantitas tidak begitu penting. Akan tetapi gereja yang bertumbuh tidak hanya dilihat dengan kualitas saja, melainkan juga dengan kuantitas dan begitu juga sebaliknya. Didalam Alkitab gereja mula-mula mengalami pertumbuhan yang sangat luar biasa baik secara kualitas maupun secara kuantitas melalui pelayanan para rasul. Dan semua itu tidak terlepas dari pada karya Roh Kudus. Kesuksesan gereja mula-mula disebabkan, salah satunya adalah karena para rasul memanfaatkan budaya dimana mereka melayani untuk menjadikan sebagai sarana penginjilan. Mereka melakukan sebuah pendekataan lewat budaya tersebut baik melalui budaya Yahudi, Yunani dll, sehingga orang-orang mudah menerima mereka dan juga ajaran yang mereka sampaikan.
Melalui budaya ini para rasul mengunakannya sebagai sarana penginjilan, sehingga jemaat yang ada tidak hanya digembalakan supaya berkualitas melainkan menyebar luaskan Injil itu lewat budaya supaya jumlah mereka bertambah banyak (kuantitas). Oleh sebab itu pada makalah ini penulis memabahas tentang peranan budaya terhadap pertumbuhan gereja. Kira-kira dengan adanya budaya apakah gereja bisa bertumbuh atau tidak?. Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilihat pada bab berikutnya.

B.    Apa itu Budaya
Menurut KBBI budaya adalah pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat, atau sesuatu yang menjadi kebiasaan yang susah dubah.[1] Drs. R. Soekmono mengatakan bahwa kebudayaan adalah hasil usaha manusia untuk mengubah, memberi bentuk serta menyusun pemberian alam sesuai dengan kebutuhan jasmani dan rohaninya.[2] Seorang antropolog Kristen yang bernama Charles Kraft mendefinisikan budaya itu yaitu:
Sebagai sistem yang mencangkup seluruh cara hidup dan cara berpikir sekelompok masyarakat sehingga  mereka dipersatukan den memberi kelompok tersebut rasa jati diri dan harga diri. Kemudian budaya juga menunjukkan cara bagaimana sekelompok masyarakat bertindak bersama agar tetap bertahan dan dapat mengunggkapkan rasa dan keyakinan serta mewujudkan kesenangan hidupnya.[3]
Jadi dengan beberapa defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya adalah suatu kebiasaan manusia baik, cara hidup maupun cara berpikirnya untuk membawa dia kepada suatau kesenangan untuk menikmati hidupnya.
C.     Peranan Buadaya Dalam Pertumbuhan Gereja
Budaya merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam perumbuhan gereja, disamping komponen lain seperti Firman Tuhan, Karya Roh kudus, doa dan kepemimpinan dll. hal ini disebabkan karena budaya dapat dipakai sebagai sarana untuk memberitakan Injil bagi mereka yang belum mengenal injil. Oleh sebab itu budaya sangat berperan untuk membantu pertumbuhan gereja secara kuantitatif. Didalam Alkitab dapat dilihat dengan jelas bagaimana pernanan budaya dalam pertumbuhan gereja. Salah satunya adalah seperti yang dilakukan Rasul Paulus dalam pelayanannya salah seorang sosok yang sangat terkenal dalam Perjanjian Baru, dimana ia menyampaikan Injil itu melalui budaya. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa budaya bukanlah suatu hal yang menjadi tantangan bagi pertumbuhan gereja, karena Allah sendiri tidak menolak budaya. Hal ini dapat kita buktikan melalui Tuhan Yesus sendiri ketika ia berargeumen kepada Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengatakan bahwa “janganlah kamu berpikir bahwa aku datang bukan meniadakan Hukum Taurat dan para nabi; Aku datang buka untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya”.[4] Dalam karya tulis Widi Artanto yaitu “Menjadi Gereja Misioner”, mengatakan bahwa kebudayaan secara keseluruhan tidak lain adalah pernyataan daya kreatifitas Allah yang diterjemahkan kedalam bentuk-bentuk peristiwa aktual.[5]
Cara yang dipakai Paulus untuk menyebarluaskan Injil yaitu dengan melakukan pendekatan terhadap budaya setempat supaya dia dan ajarannya tidak ditolak (Kis 17:16-34). Peristiwa ini terjadi di Atena yang terkenal sebagai pusat penyembahan berhala. Dikota ini ini terkenal dengan kuil-kuil, patung-patung, dan tugu-tugunya.[6] Cara yang dilakukan Paulus yaitu ia mengamti kehidupan agama (komponen budaya) orang Yunani yang memiliki kepercayaan kepada dewa-dewa berhala. Kemudian ia masuk rumah sembahyang orang Yahudi dan bertukar pikiran dengan orang Yahudi (ay 17). Disina ia tidak berhenti, melainkan ia memperkenalkan Injil kepada para ahli filsafat tersebut yaitu golongan Epikuros dan Stoa melalui budaya tukar pikiran. Dan karena orang-orang tersebut ingin mengenal filsafat baru Paulus mereka mengundang dia ke Areopagus, disana mereka beradu argumentasi (ay 18-21). Dalam menemukan Injil dalam argumentasinya, Paulus membuka denga menemukakan kehidupan budaya orang Yunani yaitu penyembahan kepada dewa-dewa dikuil-kuil, tetapi dalam pandangan positif.
Untuk memperkenalkan injil tersebu Paulus dengan berani mengambil salah satu kuil yang didirikan bagi dewa, untuk memakainya sebagai jembatan dalam agama mereka untuk memperkenalkan Allah yang benar (ay 22:23). Dalam Injil, Paulus juga tidak segan mengutip para pujangga mereka (budaya seni sastra setempat) yang mengatakan “sebab kita ini dari keturunan Allah juga” (ay 28). Kemudian ia menantang mereka untuk menanggapi berita Injil dengan bertobat. hasil dari pendekatan yang dilakukannya ini adalah ada yang menolak dan pergi dan juga ada yang percaya diantaranya anggota majelis Areopagus, Dionisius, seorang perempuan Damaris dan banyak lagi lainnya (ay 29-34).[7] Oleh sebab itu tidak salah kalau dikatakan bahwa berdirinya jemaat di Antena adalah merupakan hasil dari pengnjilan yang dilakukan oleh Paulus dengan menggunakan metode pendekatan secara budaya. Disini juga nyata bagaimana pernanan budaya itu terhadap pertumbuhan gereja. 
D.    Hasil Peranan Budaya Terhadap Pertumbuhan Gereja
Pada bagian atas Paulus telah memberikan sebuah gambaran yang jelas dalam pelayanannya tentang bagaimana peranan budaya terhadap petumbuhan gereja. Dan hasil dari peranan budaya tersebut memberikan pertumbuhan bagi gereja secara kuantitas (secara jumlah). Cara Paulus ini menjadi berkembang dan ditirukan oleh para gembala, para misionaris gereja. Di Indonesia dapat kita lihat bagaimana pernanan budaya terhadap pertumbuhan gereja yang dikerjakan oleh para misionaris seperti yang telah dilakukan Paulus pada awalnya. Di Nias Injil diterima pertama kali melaui pendekatan secara budaya oleh para misionaris kepada peduduk aslinya. Misionaris yang diutus kesana pada awalnya banyak tetapi hanya salah seorang yang berhasil yaitu Pdt. E Denninger 1865.[8] Denninger berhasil memenagkan jiwa-jiwa suku Nias karena ia menyampaikan Injil lewat budaya orang Nias, sehingga bagi orang Nias cara itu sangat mudah bagi mereka untuk memahaminya dan juga tidak secara langsung menentang kabudayaan yang sudah ada. Denninger awalnya ia dengan belajar bahasa dan adat-istiadat Nias, dan melalui itu sekalian ia memberikan pemahaman tentang Injil. Dan hasil pelayanannya itu semua penduduk Nias menerima Injil dan mendirikan gereja.
Begitu juga dengan daerah batak yang terkenal dengan penduduk Kristena terbesar di Asia tenggara. Injil diterima didaerah ini sama dengan daerah Nias tadi yaitu melalui pendekatan lewat budaya oleh Nommense. Ia mengawalinya dengan belajar budaya setempat sambail memberitakan Injil. Pada hal banyak para misonaris sebelumnya yang mati disitu karena pemberitaan Injil tetapi dia tidak, karena di memulainya dengan pendekatan budaya setempat.[9]
E. Kesimpulan
Pada penulisan makalah ini, penulis menarik sebuah simpulan bahwa peranan budaya sangat mempengaruhi pertumbuhan gereja secara kualitatif (jumlah). Karena melalui budaya kita bisa pakai untuk menjadikan sarana dalam menyampaikan Injil. Dengan cara belajar dengan budaya setempat dan memalui budaya itu dengan pelan-pelan kita bisa mengabarkan injil kepada mereka seperti yang dilakukan oleh Rasul Paulus. Karena melalui budaya kita bisa diterima dengan mudah oleh mereka dan juga ajaran kita, bisa dikomunikasikan dengan mudah lewat budaya setmpat. Oleh sebab itu melalui budaya dengan pelan-pelan kita mengubah pola pikir mereka untuk percaya kepada ajaran kita dan juga tidak secara langsung kita menentang ajaran kepercayaan mereka.

Daftar Pustaka


Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2008
Drs. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid I, Nasional Trikarya, Jakarta 1959
Sularso Sopater dkk, Pertumbuhan Gereja, Yayasan ANDI, Yokyakarta 1994
Niebuhr Richard H. Kristus dan Kebudayaan, Yayasan satya Karya, Jakarta
Artanto Widi, Menjadi Gereja Misioner, KANISIUS, Jakarta 1997
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta 1992
Lase Pieter, Menyibak Agama Suku Nias, Agiamedia, Bandung 1997
Schreiner Lothar. Adat dan Injil, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2008:214
[2] Drs. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid I, Nasional Trikarya, Jakarta 1959:9
[3] Sularso Sopater dkk, Pertumbuhan Gereja, Yayasan ANDI, Yokyakarta 1994: 149-150
[4] Niebuhr Richard H. Kristus dan Kebudayaan, Yayasan satya Karya, Jakarta: 139
[5] Artanto Widi, Menjadi Gereja Misioner, KANISIUS, Jakarta 1997:125
[6] Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jilid I, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta 1992:111
[7] Ibid. Sularso Sopater dkk: 153-154
[8] Lase Pieter, Menyibak Agama Suku Nias, Agiamedia, Bandung 1997:1
[9] Schreiner Lothar. Adat dan Injil, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta 1996:8-9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar